Posted in SIMDA BMD

Setting Aplikasi SIMDA BMD Online

579a493d7716bc02e3c5c392c6ac5b0f

بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ

Alhamdulillah SIMDA BMD sekarang sudah online. Setelah saya berikan aplikasi nya via dropbox berikut saya akan jelaskan cara mensetting di kamputer/laptop.

1. Hal yang paling mendasar/pertama kali adalah komputer telah terhubung dengan jaringan yang dapat mengakses SIMDA Keuangan. Karena SIMDA BMD online mempunyai jaringan yang sama dengan SIMDA Keuangan

2. Setelah mendapatkan aplikasi SIMDA BMD, extract file tersebut dengan cara klik kanan

2

3. Setelah proses extract selesai maka akan muncul folder dengan nama yang sama. Buka folder tersebut

3

4. Klik kanan aplikasi SIMDA BMD – Send to – Desktop (create short cut)

4

5. Tahap selanjutnya adalah mensetting aplikasinya. Klik kanan – pilih “Properties

5

6. Muncul kotak “Properties“. kemudian cek list sesuai gambar dibawah. klik “Apply” kemudian “Ok

6

7. Di Desktop sudah muncul aplikasi BMD. Jangan lupa untuk me rename nya. misalnya “BMD Online

7

8. Selesai…..SIMDA BMD Online siap digunakan8

Keterangan:

Untuk User Id dan Password harap menghubungi admin SIMDA BMD

Posted in SIMDA BMD

Mengubah Nama Pengurus dan Pimpinan SKPD

closeup of a pencil eraser correcting an error
closeup of a pencil eraser correcting an error

بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ

Berikut akan dijelaskan cara mengubah nama pengurus dan Pimpinan SKPD pada SIMDA BMD:

1. setelah log in ke aplikasi, Pilih menu “Parameter – upb / ruang

1

2. Pilih SKPD yang akan diubah (klik 2 x pada SKPD yang dipilih – klik 2x jg untuk Sub Unit yang akan dipilih)

2

3. Klik menu “UPB

3

4. Klik 2x pada “UPB” nya4

5. Klik tombol “Ubah” kmudian ganti nama pengurus dan Pimpinan sesuai SKPD masing2. Setelah selesai klik “Simpan“, kemudian klik “Tutup5

SELESAI

Posted in ASET

Kapitalisasi Aset, Apa dan Bagaimana?

17fdc011d017c533323415d0f19c9d3e

Warkop Mania..

Ada pertanyaan yang paling sering timbul di kalangan kawan – kawan pemda yang berhubungan dengan aset tetap yaitu Kapitalisasi. Sejenis apa sih itu kapitalisasi? Apa saja yang bisa dikapitalisasi? Kapan kapitalisasi dilakukan? Nah..untuk lebih jelasnya, yuk kita coba bahas bersama..

Kita mulai dari pengakuan aset tetap di neraca…, Aset tetap diakui dan dicatat berdasarkan biaya/harga perolehan aset tersebut. Secara umum, yang dimaksud dengan biaya perolehan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap sampai dengan aset tetap tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk digunakan. Berdasarkan PSAP 07 paragraf 29 menyatakan bahwa Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. Pada paragraf 30 memberikan contoh biaya yang dapat diatribusi secara langsung adalah biaya persipan tempat; biaya pengiriman, simpan dan bongkar; biaya pemasangan, biaya profesional dan biaya konstruksi.

Biasanya di dalam pengganggaran yang masuk belanja modal dan kemudian di konversi menjadi aset tetap adalah harga beli aset yang bersangkutan dan yang dimaksud dengan kapitalisasi adalah biaya – biaya penunjang yang teratribusi secara langsung untuk aset yang bersangkutan yang kemudian menambah harga peroleh aset tersebut. Untuk penjelasan ini kayaknya mudah di mengerti kan??? Tapi tunggu ini belum selesai…, kapitalisasi atas pengakuan aset bukan hanya untuk biaya – biaya penunjang saja.., di dalam prakteknya biasa kawan – kawan di pemda kebingungan menentukan apakah suatu barang dapat dikategorikan sebagai aset tetap atau bukan? Misalnya pengadaan kalkulator, flash disk, piring atau pengadaan barang – barang di bidang kesehatan yang secara bentuk fisik barang berukuran kecil tetapi harganya sangat mahal. Untuk kondisi – kondisi seperti itu didalam bultek No.09 menjelaskan secara lebih terinci tentang hal tersebut. Untuk aset tanah dan jalan, irigasi dan jaringan tidak ada nilai satuan minimum kapitalisasi yang artinya berapapun nilai perolehannya seluruhnya dikapitalisasi sebagai nilai perolehan aset tersebut, sedangkan untuk aset selain tanah dan jalan, irigasi dan jaringan harus memperhatikan nilai satuan minimum kapitalisasi yang diatur didalam kebijakan akuntansi. Jadi dapat dikatakan walaupun suatu barang yang umur ekonomisnya lebih dari 1tahun tetapi nilai satuannya di bawah nilai minimun yang diatur oleh kebijakan akuntansi, maka tidak dapat dikapitalisasi sebagai aset tetap.

Gimana? Sudah makin jelas kan?  Penjelasan di atas diperuntukkan untuk perolehan awal aset tetap…. gimana tuk kapitalisasi setelah perolehan aset tetap?? Nah loh apa lagi tuh???

Dengan berjalannya waktu, biasanya pemda melakukan pengeluaran – pengeluaran yang berhubungan dengan aset yang telah dimilikinya misalnya pemeliharaan, rehabilitasi atau renovasi.  Pengeluaran – pengeluaran ini terbagi 2 yaitu :

  1. yang tujuannya memperpanjang masa manfaat di akui sebagai pengeluaran modal (capital expenditure) dan dapat dikapitalisasi menambah nilai aset yang ada, misalnya rehabilitasi bangunan;
  2. pengeluaran yang tidak menambah masa manfaat diakui sebagai pengeluaran pendapatan (revenue expenditure) dan tidak dapat dikapitalisasi menambah nilai aset yang ada misalnya pengecetan gedung.

Didalam Bultek 09 terdapat pengecualian untuk pengeluaran modal (capital expenditure) yang tidak menambah nilai aset yaitu pengeluaran setelah perolehan awal atas aset tetap yang oleh karena bentuknya, atau lokasi penggunaannya memiliki risiko penurunan nilai dan/atau kuantitas yang mengakibatkan ketidakpastian perolehan potensi ekonomik di masa depan, seperti tanggul lumpur lapindo,tanggul pemecah gelombang, tanggul penahan lahar di lereng gunung Merapi tidak dikapitalisasi, melainkan diperlakukan sebagai biaya pemeliharaan biasa (expense).

Dari uraian diatas sepertinya cukup jelas untuk menjawab pertanyaan yang muncul sehubungan dengan kapitalisasi aset. Seandainya masih timbul pertanyaan – pertanyaan yang berhungan dengan kapitalisasi aset, yuk kita diskusikan bersama…ditunggu komentarnya.. :)

Salam Warkop…

http://www.warungkopipemda.com/kapitalisasi-aset-apa-dan-bagaimana/

Posted in ASET

Bagaimana Menetapkan Hasil Penelitian/Kajian Sebagai Aktiva Tak Berwujud?

pengertian-aktiva-tetap1

Warkop Mania,

Meskipun aktiva tak berwujud jarang menjadi catatan BPK namun bukan berarti tidak ada permasalahan dalam pencatatan aktiva jenis ini. Itulah mengapa hingga akhirnya Desember 2011 lalu KSAP menerbitkan buletin teknis 11 tentang aset tak berwujud. Salah satu permasalahan yang menjadi latar belakang terbitnya bultek tersebut adalah masalah pengidentifikasian dan pencatatan hasil kajian dan software termasuk juga masalah penilaian dan pencatatan paten. Kali ini kami akan mencoba menjawab pertanyaan sdr. Arief terkait dengan apakah RPJMD termasuk aset tak berwujud dikaitkan dengan penjelasan dalam bultek 11.

Sebelum bultek 11 diterbitkan penjelasan masalah ATB sangatlah minim. Penjelasan ini hanya dapat dijumpai pada  bultek 02 neraca awal Bab VIIa yang menjelaskan bahwa ATB merupakan bagian dari aset lainnya. Namun, dalam literatur-literatur akuntansi ATB merupakan satu bagian tak terpisahkan dari aset tetap yang diklasifikasikan sebagai aset tetap berwujud dan tak berwujud. Aset tak berwujud didefinisikan dalam SAP sebagai aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. Dalam bultek tersebut disebutkan bahwa ATB meliputi

  1. Software komputer;
  2. Lisensi dan franchise;
  3. Hak cipta (copyright), paten, dan hak lainnya; dan
  4. Hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang.

Point 1-3 pada dasarnya sama dengan apa yang selama ini sudah diterapkan pada sektor privat terkait dengan pencatatan ATB. Dalam hal hasil kajian/penelitian akuntansi sektor privat hanya membatasi pada hasil kajian yang terkait dengan penelitian dan pengembangan (research and development) produk dan proses atau penyempurnaan produk dan proses yang ada. Hal ini bisa jadi berbeda dengan penerapannya pada akuntansi sektor publik. Dalam sektor privat konsep matching cost against revenue sangat jelas. Sehingga biaya-biaya terkait dengan penelitian dan pengembangan tersebut dapat dikaitkan langsung dengan pendapatan yang akan diperoleh. Hal ini mengingat biaya-biaya tersebut dapat diidentifikasi untuk perbaikan produk dan proses untuk menghasilkan barang dan jasa. Berbeda dengan sektor publik dimana konsep matching cost  against revenue tidak selalu bisa ditrasir.

Warkop Mania,

RPJMD adalah dokumen perencanaan yang mempunyai masa manfaat selama lima tahun. Dokumen tersebut dihasilkan dari sebuah proses pengkajian kondisi daerah untuk menggali permasalahan dan potensi daerah untuk kemudian membuat sebuah proyeksi seperti apa kondisi daerah lima tahun ke depan. Manfaat dokumen tersebut selain sebagai acuan dalam pelaksanaan pembangunan tahunan juga berfungsi sebagai sarana akuntabilitas kepala daerah dengan melakukan evaluasi atas capaian-capaian pembangunan tahunan maupun diakhir masa jabatannya. Tak hanya itu, dari dokumen tersebut juga bisa digunakan sebagai mekanisme pemberian reward dan punishment bagi kepala-kepala SKPD atas pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan berdasarkan urusan yang diembannya.

Jika demikian, apakah kemudian RPJMD merupakan bagian dari ruang lingkup hasil kajian/penelitian yang disebutkan dalam point 4 di atas? Pertanyaan ini pun sebenarnya bisa berkembang apakah kemudian RPJP yang mempunyai rentang waktu 25 tahun ataukah dokumen Rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) juga bisa dimasukkan dalam kriteria ATB?

Dokumen-dokumen tersebut jelas memberikan manfaat jangka panjang. Namun, sekali lagi, apakah dokumen tersebut bisa diidentifikasikan sebagai ATB? Dalam penjelasan lebih detail terkait hasil penelitian ini SAP menyatakan bahwa hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang adalah suatu kajian atau penelitian yang memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial di masa yang akan datang yang dapat diidentifikasi sebagai aset. Apabila hasil kajian tidak dapat diidentifikasi dan tidak memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial maka tidak dapat dikapitalisasi sebagai aset tak berwujud. Penjelasan ini lah yang bisa jadi menimbulkan keraguan dalam hal  pencatatan. Sebagaimana yang kami untkapkan di atas bahwa dokumen-dokumen perencanaan jangka panjang dan menengah tersebut jika dirunut lebih jauh akan memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial.

Untuk memutuskan apakah RPJMD masuk sebagai ATB atau bukan ada baiknya kita kembalikan lagi kepada definisi aset itu sendiri. ATB termasuk dalam kriteria aset nonlancar yang berarti bahwa ia mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Untuk kriteria ini RPJMD jelas memenuhi kriteria. Bagaimana dengan batas kapitalisasi pengakuan aset? Biaya penyusunan dokumen ini biasanya cukup tinggi karena melibatkan banyak pihak dan prosesnya cukup panjang. Sehingga, jika memang bisa dimasukkan sebagai ATB biaya penyusunannya akan memenuhi batas kapitalisasi. Namun, ada satu hal yang perlu diingat bahwa yang dimaksud dengan manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam pendefinisian aset adalah potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Dari definisi ini peran RPJMD dalam memberikan sumbangan berupa aliran atau penghematan belanja bagi pemerintah mulai dipertanyakan. Memang benar bahwa RPJMD akan mengarahkan kegiatan-kegiatan yang telah didanai APBD untuk menghasilkan pendapatan dan efisiensi belanja. Namun, hal ini tidak berarti bahwa RPJMD itu sendiri akan memberikan sumbangan aliran pendapatan dan penghematan belanja. Hal ini juga berlaku untuk dokumen seperti RTRW dan RPJP. Argumen yang lebih kuat untuk tidak memasukkan dokumen perencanaan ini ke dalam ATB dapat dijumpai dalam bultek 11 terkait dengan kriteria pengidentifikasian. Kriteria pertama untuk dapat diakui sebagai ATB adalah dapat dipisahkan. Suatu ATB memenuhi kriteria ini jika dapat dijual, dipindahtangankan, diberikan lisensi, disewakan, ditukarkan, baik secara individual maupun secara bersama-sama. RPJMD jelas tidak memenuhi kriteria ini karena meski dihasilkan dari proses penelitian dan pengkajian kondisi daerah dokumen ini tidak dapat dijual, dipindahtangankan, diberikan lisensi, disewakan, atau bahkan ditukar. RPJMD adalah dokumen yang sangat spesifik bagi daerah di mana satu daerah dengan daerah lainnya mempunyai perbedaan karakteristik kondisi daerah.

Warkop mania,

Pertanyaan lain yang kemudian berkembang adalah hasil kajian/penelitian seperti apakah yang bisa dimasukkan sebagai ATB? Apakah hasil kajian sosial yang dilaksanakan oleh bappeda ataukah SKPD yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan riset dapat begitu saja mengkapitalisasi biaya terkait pelaksanaan riset sebagai ATB?

Satu hal yang perlu dipegang dalam penentuan hasil kajian/penelitian yang bisa dimasukkan dalam ATB adalah aspek manfaat ekonomi dan sosial di masa yang dapat diidentifikasi. Jika hasil penelitian/pengembangan tersebut tidak dapat menghasilkan pendapatan/penghematan biaya ataukah perbaikan pelayanan masyarakat sebagai bagian dari manfaat sosial tentu tidak bisa diidentifikasikan sebagai ATB. Hal ini sejalan dengan konsep ATB dalam sektor privat dimana hasil penelitian/pengembangan yang dapat diakui sebagai ATB adalah hasil penelitian yang dapat dikaitkan langsung dengan penemuan dan pengembangan produk dan proses dalam menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan proses bisnis yang dijalankannya.

http://www.warungkopipemda.com/bagaimana-menetapkan-hasil-penelitiankajian-sebagai-aktiva-tak-berwujud/

 

Posted in ASET

Tahapan Dalam Penataan Aset Tetap

8-tahapan-membangun-bisnis-online-untuk-pemula

Warkop Mania…

Untuk kesekian kalinya, masalah aset tetap masih menjadi primadona untuk dibicarakan. Kali ini kita akan membahas mengenai tahap-tahap yang harus dilakukan dalam menata aset tetap (clearance fixed assets) milik pemerintah daerah. Semoga sajian ini sekaligus dapat menjawab kegalauan beberapa teman di komunitas ini tentang kapan waktunya kita akan say good bye dengan segala permasalahan mengenai aset tetap.

Kita semua mengetahui bahwa masalah aset tetap sangat banyak dan komplek. Pentahapan dalam penataan aset tetap yang kami sajikan ini saling terkait satu sama lainnya. Pentahapan yang kami uraikan akan berjangka waktu karena akan dikaitkan dengan target tertentu. Namun jangka waktu tersebut sangat fleksibel tergantung kondisi pemerintah daerah yang bersangkutan. Anda semua pasti memaklumi, kegiatan pada SKPD dan/atau DPKAD di suatu pemerintah daerah sangat padat dan mereka tidak hanya mengurus soal aset tetap semata.

Warkop Mania…

Tahap-tahap dalam penataan aset tetap adalah sebagai berikut:

1. Inventarisasi

Inventarisasi idealnya dilakukan ketika pemerintah daerah baru pertama kali menyusun neraca. Namun tidak ada salahnya juga kegiatan inventarisasi dilakukan secara berkala (misalnya 5 tahun sekali). Inventarisasi secara berkala perlu dilakukan terlebih pemerintah daerah pernah melakukan reorganisasi, seperti ketika PP Nomor 8 Tahun 2007 diberlakukan.

 a. Pembentukan Tim Inventarisasi

Pada kegiatan inventarisasi, pemerintah daerah harus membentuk tim inventarisasi yang terdiri dari tim SKPD dan tim pengendali pada bidang aset DPKAD. Agar organisasi tersebut berhasil menjalankan tugasnya secara efektif, jumlah petugas dalam tim SKPD harus cukup memadai disesuaikan dengan banyaknya dan sebaran aset tetap yang dikelola oleh SKPD tersebut. Target waktu tidak akan berhasil diraih apabila tim SKPD hanya mengandalkan pengurus barang dan/atau penyimpan barang. Mereka berdua harus dibantu oleh setidaknya satu atau dua orang staf bagian umum di SKPD yang bersangkutan. Sedangkan jumlah orang dalam tim pengendali di bidang aset DPKAD disesuaikan dengan jumlah SKPD yang ada. Masing-masing orang dalam tim pengendali bertanggung jawab atas SKPD yang dibawahinya.

b. Briefing

Setelah tim-tim tersebut terbentuk, kemudian perlu diadakan pertemuan agar tujuan inventarisasi dipahami oleh seluruh tim dan dapat diselesaikan secara tepat waktu. Dalam pertemuan tersebut, agar dijelaskan dan disampaikan formulir-formulir yang diperlukan dalam kegiatan inventarisasi, cara mengisinya, dan hal-hal penting lainnya.

c. Pengumpulan Data

Sebelum melakukan inventarisasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengumpulkan data aset tetap. Data tersebut berupa catatan-catatan seluruh jenis aset tetap, jumlah, kondisi, nilai, dan lain-lainnya. Catatan-catatan tersebut berupa Buku Inventaris, Kartu Inventaris Barang, Kartu Inventaris Ruangan, Laporan Mutasi Barang, dan Laporan Pengadaan Barang Tahunan. Tim SKPD harus terlebih dahulu memeriksa kelengkapan catatan dalam dokumen-dokumen tersebut. Maksudnya, untuk meyakini apakah catatan aset tetap dalam  dokumen BI, KIB, dan KIR tidak ada perbedaan. Jika ada perbedaan, lakukan identifikasi dan pencatatan jenis aset tetap yang berbeda tersebut. Yang menyedihkan adalah jika SKPD tidak memiliki dokumen-dokumen tersebut atau pencatatan dalam dokumen-dokumen tersebut tidak tertib.

d. Inventarisasi fisik

Langkah berikutnya adalah melakukan inventarisasi fisik aset tetap. Inventarisasi dilakukan untuk setiap jenis aset tetap. Jika dokumen KIB dibuat secara tertib, hal itu akan memudahkan tim SKPD dalam melakukan inventarisasi. Inventarisasi dilakukan secara berurut mulai dari aset tetap jenis tanah, peralatan dan mesin, bangunan/gedung, dan seterusnya. Inventarisasi atas data aset tetap harus dilakukan secara teliti mulai dari jenis, merk, tahun perolehan, nilai perolehan, sumber perolehan, dan lain-lain. Jika SKPD tidak memiliki catatan-catatan yang memadai, maka inventarisasi diupayakan semaksimal mungkin atas seluruh aset tetap yang diyakini dimiliki dan dikelola oleh SKPD tersebut.

 e. Pengolahan Data Hasil Inventarisasi Fisik

Hasil inventarisasi fisik direkam dalam formulir yang telah disampaikan oleh tim pengendali ketika kegiatan briefing dilakukan. Formulir ini merupakan kertas kerja hasil inventarisasi yang memuat seluruh informasi yang ditemukan pada saat inventarisasi fisik dilakukan, termasuk aset tetap yang sebelumnya pernah dicatat namun dalam kenyataannya tidak ditemukan fisiknya.

 f. Identifkasi Masalah Hasil Inventarisasi

Hasil inventarisasi fisik direkam dalam formulir.  Dari formulir tersebut akan dapat diketahui berbagai masalah yang terjadi pada aset tetap di SKPD yang bersangkutan. Misalnya, terdapat aset tetap yang tidak ada nilai perolehannya, aset tetap yang tidak diketahui tahun perolehannya, aset tetap yang belum jelas status kepemilikannya, aset tetap yang belum bersertifikat, aset tetap yang dikuasai oleh pihak lain (dalam sengketa), aset tetap yang salah dikelompokkan, dan terdapat aset tetap yang seharusnya dicatat sebagai aset lainnya atau persediaan. Masing-masing masalah dipisahkan. Bisa saja suatu aset tetap mengalami beberapa masalah, seperti tidak memiliki nilai perolehan dan status kepemilikan yang belum jelas. Kertas kerja masing-masing permasalahan sebaiknya dibuat terpisah.

 g. Pemecahan Masalah Hasil Inventarisasi

Pemecahan masalah yang ditemukan selama kegiatan inventarisasi memerlukan penanganan secara terpisah. Misalnya untuk aset tetap yang tidak memiliki nilai perolehan, maka langkah pemecahan yang bisa ditempuh adalah membentuk tim penaksir harga yang bertugas mencari nilai wajar dari aset tetap tersebut, jika upaya maksimal dalam mencari nilai perolehan melalui bukti-bukti perolehan tidak berhasil.

 2. Implementasi DBMS

Penggunaan program aplikasi manajemen aset tetap akan sangat banyak membantu pemda. Hasil inventarisasi fisik direkam ke dalam database melalui program aplikasi tersebut dan dapat digunakan untuk pengelolaan aset tetap. Beberapa tahapan dalam implementasi DBMS tersebut adalah sebagai berikut:

 a. Pelatihan

Pelatihan penting sekali untuk mengenali program aplikasi yang akan digunakan. Peserta pelatihan adalah para pengurus barang/penyimpan barang atau staf di bagian umum. Program aplikasi yang digunakan sebaiknya program aplikasi yang dapat diakses melalui jaringan komputer (dengan kabel atau nirkabel).

b. Instalasi aplikasi

Instalasi harus dilakukan pada seluruh SKPD/Unit Kerja. Perlu waktu tersendiri untuk melakukan instalasi program aplikasi tersebut. Bidang aset pada DPKAD bertindak sebagai server utama dan harus ditunjuk seorang admin untuk mengelola database aset tetap pemda.

c. Input Data Hasil Inventarisasi

Setelah program aplikasi diinstal pada komputer masing-masing SKPD, maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan input data hasil inventarisasi fisik ke dalam program aplikasi.

d. Pemeriksaan Input Data

Pemeriksaan atas kegiatan input data harus dilakukan oleh petugas di SKPD. Sebaiknya orang yang melakukan pemeriksaan atas input data hasil inventarisasi aset tetap yang telah dilakukan berbeda dengan yang melakukan input data. Pemeriksaan input data dilakukan dengan cara membandingkan antara formulir hasil inventarisasi per jenis aset tetap dengan print out hasil input data. Jika masih terdapat kesalahan harus dilakukan editing dan perbaikan input ke dalam program aplikasi.

d. Konsolidasi

SKPD yang telah selesai melakukan input data hasil inventarisasi fisik, dapat mengkonsolidasikannya ke server utama di bidang aset DPKAD, jika komputer di SKPD tidak terhubung langsung (baik dengan kabel maupun nirkabel). Satu copy formulir hasil inventarisasi di SKPD dan file database aset tetap hasil inputan  disampaikan kepada tim pengendali di bidang aset DPKAD untuk dilakukan pemeriksaan ulang.

2. Rekonsiliasi Data Aset Tetap

Hasil inventarisasi fisik aset tetap yang sudah final dan dikonsolidasikan di bidang aset DPKAD akan dibandingkan tahun pertahun dengan laporan keuangan. Jika setiap SKPD telah mampu menyusun laporan keuangan tahunan, maka rekonsiliasi dapat dilakukan sendiri oleh SKPD yang bersangkutan. Namun jika SKPD belum menyusun laporan keuangan, maka rekonsiliasi dilakukan oleh bidang aset DPAKD dan bidang akuntansi DPKAD. Selisih atau perbedaan yang ditemukan dicatat dan dicari penyebabnya. Perbedaan yang terjadi dapat disebabkan oleh aset tetap hibah yang belum dicatat dalam sistem akuntansi, masalah pengeluaran belanja yang seharusnya dikapitalisasi ke dalam nilai perolehan aset tetap, salah pencatatan/pengelompokkan, dan hal-hal lainnya.

3. Revisi Kebijakan Akuntansi Aset Tetap

Revisi kebijakan akuntansi aset tetap perlu dilakukan karena biasanya kebijakan akuntansi yang dimiliki oleh pemda belum rinci mengatur hal-hal seperti kapitalisasi biaya-biaya perolehan awal aset tetap dan biaya-biaya setelah perolehan awal aset tetap yang dapat menjadi pedoman penyusunan anggaran khususnya penganggaran belanja modal untuk kepentingan akuntansi aset tetap. Kebijakan akuntansi aset tetap pemda juga banyak yang belum mengatur mengenai penyusutan (metode penyusutan dan umur manfaat). Dalam tahapan ini, setelah perumusan revisi kebijakan dilakukan, maka perlu dilakukan ekspose draft, penyusunan legal drafting (rancangan peraturan kepala daerah), dan sosialisasi kebijakan. Diharapkan kebijakan akuntansi tersebut dapat berlaku segera secara efektif dalam tahun anggaran berjalan sehingga angka penyusutan dapat disajikan pada laporan keuangan tahun berjalan.

4. Penyusunan Pedoman Anggaran

Pedoman anggaran, khususnya belanja modal, harus memedomani kebijakan akuntansi aset tetap khususnya mengenai kapitalisasi biaya perolehan. Dengan adanya pedoman tersebut, maka terdapat acuan bagi SKPD dalam menganggarkan belanja modal sehingga terdapat keseragaman dalam penganggaran belanja modal. Dengan demikian, diharapkan tidak akan terjadi perbedaan lagi antara data aset tetap di bidang akuntansi dengan data aset tetap di bidang aset, terutama untuk masalah yang disebabkan oleh hal ini. Perumusan pedoman anggaran tersebut sebaiknya selesai sebelum penyusunan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Dengan demikian, pedoman tersebut dapat digunakan untuk penyusunan RAPBD tahun anggaran berikutnya sehingga APBD tahun anggaran berikutnya, khususnya penganggaran belanja modal, telah sesuai dengan kebijakan akuntansi yang telah ditetapkan.

5. Pembangunan Subsistem Aset Tetap

Seluruh upaya di atas, inventarisasi dan penyiapan perangkat lunak kebijakan (kebijakan akuntansi dan pedoman anggaran), akan percuma saja jika tidak dibarengi dengan pembangunan subsistem aset tetap. Pembangunan subsistem aset tetap tidak hanya membangun sistem akuntansinya saja, namun juga membangun sistem penatausahaan aset tetap (barang inventaris) sesuai peraturan yang berlaku. Jika hal ini tidak segera  dibangun, anda dapat membayangkan bagaimana susahnya seorang pengurus barang untuk mencari data pengadaan dan perolehan aset tetap di SKPD nya selama ini?

6. Implementasi Subsistem Aset Tetap

Subsistem aset tetap yang dibangun bukan hanya sekedar tersusunnya manual semata, tetapi harus diimplementasikan. Komitmen dan penegakan peraturan atas penerapan subsistem tersebut mutlak harus dimiliki oleh SKPD dan bidang aset DPKAD terhadap SKPD.

7. Pelaporan

Setelah langkah-langkah di atas dilakukan secara berurutan, runtut, dan teliti, maka adalah saatnya menyajikan aset tetap hasil inventarisasi tersebut ke dalam laporan keuangan. Yang lebih penting adalah mengungkapkan dalam CaLK secara memadai (adequate disclosure) atas seluruh masalah yang ditemukan dalam kegiatan inventarisasi aset tetap dan penyelesaian atas masalah yang telah dilakukan dan kemajuan terakhirnya. Misalnya disclosure tentang penyelesaian status kepemilikan yang perlu dikonfirmasi kepada pihak kementerian, terkait penyerahan aset tetap yang tidak diketemukan dokumen hibahnya. Termasuk pengungkapan atas aset tetap yang tidak diketahui keberadaannya (fisiknya) padahal aset tetap tersebut tercatat dalam Buku Inventaris SKPD dan upaya pencarian yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah. Dan hal-hal lainnya yang perlu diungkapkan dalam CaLK.

Tahapan dalam penataan aset tetap dan jadwalnya, dapat Anda lihat pada tabel berikut (Klik Tabel)

Nah, Warkop Mania…..tulisan ini memang hanya memberikan pedoman umum dalam penataan aset tetap. Penjelasan rinci masing-masing tahap, apabila masih diperlukan, dapat kita lanjutkan melalui diskusi. Semoga bermanfaat.

Salam Warkop

http://www.warungkopipemda.com/tahapan-dalam-penataan-aset-tetap/

Posted in ASET

Renovasi Aset: Perlukah Prosedur Penghapusan?

InDesign-Blog-Post-Home-Reno

Warkop mania,

Dalam pembahasan renovasi aset tetap yang pernah kami tulis di blog ini: Perlakuan Akuntansi Renovasi Aset Tetap – rupanya masih menyisakan banyak pertanyaan. Dalam tulisan ini kami akan mencoba menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Sdri Khansa terkait dengan masalah perlu tidaknya proses penghapusan, nilai bangunan yang dihapus dan perlakuan akuntansi atas hasil penjualan material yang dibongkar.

Sebagaimana dijelaskan dalam tulisan sebelumnya bahwa perlakuan akuntansi renovasi aset tetap sangat tergantung dari definisi kegiatan renovasi itu sendiri. Apakah renovasi tersebut menambah masa manfaat ataupun produktifitas tentu menjadi dasar utama dalam penentuan untuk melakukan kapitalisasi. Hal kedua yang harus diperhatikan  lebih terkait pada sifat renovasi tersebut, apakah bersifat penggantian, perbaikan, pembaharuan ataupun penambahan. Perbedaan sifat tersebut akan menjadi pertimbangan dalam menentukan pencatatan seperti apa yang harus dilakukan. Untuk penjelasan lebih lanjut warkop mania bisa membaca tulisan terkait dilink yang telah kami sebutkan di atas.

Diskusi ini menjadi makin menarik ketika masuk pada hal-hal yang lebih detail yang lebih terkait pada sistem dan prosedur pengelolaan barang milik daerah. Jika renovasi yang dilakukan tergolong berat dan akan menambah masa manfaat sudah pasti yang berlaku adalah pembaharuan. Sehingga pencatatan yang harus dilakukan adalah dengan menghapuskan nilai aset yang lama dan mengganti dengan nilai aset yang baru (perlakuan nomor 2b).

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah atas penghapusan aset lama tersebut perlu mendapatkan persetujuan DPRD? Bagaimana prosedur penghapusannya? Apakah perlu mengikuti prosedur penghapusan sebagaimana yang diatur oleh permendagri 17 tahun 2007?

Dalam permendagri 17 Tahun 2007 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan/atau pengelola dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. Permendagri tersebut memang mengharuskan adanya penerbitan surat keputusan penghapusan dari pejabat yang berwenang. Bahkan untuk penghapusan barang-barang yang nilainya diatas Rp 5 milyar harus mendapat persetujuan DPRD terlebih dahulu.

Nah, apakah penghapusan nilai aktiva lama dari aktiva yang dilakukan renovasi termasuk dalam definisi penghapusan sebagaimana yang dimaksud permendagri nomor 17 Tahun 2007?

Warkop Mania,

Metode pencatatan atas transaksi aset renovasi yang mengharuskan unit kerja melakukan penghapusan sebagian nilai aktiva lama pada dasarnya berbeda dengan definisi penghapusan yang dimaksud oleh permendagri 17 Tahun 2007. Penghapusan nilai aset yang direnovasi hanyalah merupakan bagian dari akuntansi atas pengeluaran setelah perolehan awal. Dalam buletin teknis nomor 09 juga disebutkan bahwa pengeluaran setelah perolehan awal mencakup pengembangan dan penggantian utama. Terhadap penggantian utama juga dinyatakan bahwa biaya penggantian utama ini akan dikapitalisasi dengan cara mengurangi nilai bagian yang diganti dari harga aset tetap yang semula dan menambahkan biaya penggantian. Permendagri 13 Tahun 2006 menyinggung masalah pengeluaran setelah perolehan awal. Pada pasal 253 dinyatakan bahwa prosedur akuntansi aset pada SKPD meliputi pencatatan dan pelaporan akuntansi atas perolehan, pemeliharaan, rehabilitasi, perubahan klasifikasi, dan penyusutan terhadap aset tetap yang dikuasai/digunakan SKPD. Sedangkan prosedur akuntansi aset pada SKPKD, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 278, meliputi serangkaian proses pencatatan dan pelaporan akuntansi atas perolehan, pemeliharaan, rehabilitasi, penghapusan, pemindahtanganan, perubahan klasifikasi, dan penyusutan terhadap aset tetap yang dikuasai/digunakan SKPKD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer. Dari penjelasan ini terlihat bahwa ada pembedaan antara akuntansi untuk rehabilitasi dan penghapusan. Dengan kata lain, penghapusan atas nilai aset yang direhabilitasi adalah bagian dari proses pencatatan dan pelaporan akuntansi atas rehabilitasi bukan bagian dari akuntansi penghapusan.

Selanjutnya, jika menilik dari definisi penghapusan dalam permendagri 17 Tahun 2007 maka yang dimaksudkan di sini adalah penghapusan suatu aset secara keseluruhan. Permendagri tersebut menyatakan bahwa penghapusan adalah tindakan untuk menghapuskan BMD dari daftar barang. Dalam hal rehabilitasi berat yang dilakukan bukanlah menghapuskan BMD dari daftar barang. Barang tersebut masih tetap tercatat dalam daftar barang. Hanya saja perlu dilakukan pencatatan atas perubahan nilai barang karena adanya kegiatan rehabilitasi. Nah, kegiatan rehabilitasi berat yang dimaksud di sini pada dasarnya justru lebih tepat dikatakan sebagai pemeliharaan dalam definisi permendagri 17 Tahun 2007. Terkait dengan hal ini dinyatakan bahwa pemeliharaan adalah kegiatan atau tindakan yang dilakukan agar semua barang milik daerah selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.

Jadi?

Penghapusan nilai aktiva lama sebagai bagian dari kegiatan rehabilitasi berat yang menambah masa manfaat aktiva tetap bukanlah merupakan bagian dari prosedur pencatatan penghapusan aset namun bagian dari kegiatan pemeliharaan yang diatur dalam permendagri 17 tahun 2007. Dengan demikian, tidak diperlukan persetujuan DPRD untuk melakukan penghapusan nilai aktiva lama untuk kemudian mengkapitalisasi nilai aset hasil rehabilitasi. Sehingga, prosedur penghapusan sebagaimana yang diberlakukan untuk menghapus aset dari daftar BMD tidak diperlukan.

Lalu, bagaimana cara untuk menentukan nilai bangunan yang dihapus?

Dalam tulisan sebelumnya – Bagaimana Perlakuan Akuntansi Renovasi Aset Tetap – telah dijelaskan bahwa untuk melakukan mencatat rehabilitasi berat/penggantian ini maka yang dapat dilakukan adalah jika biaya komponen lama diketahui maka yang dilakukan adalah dengan menghapuskan biaya komponen lama dan akumulasi penyusutannya dengan mengakui keuntungan atau kerugian dan mengkapitalisasi biaya komponen baru. Jika biaya komponen baru tidak diketahui maka yang perlu dilakukan adalah dengan mengurangkan biaya komponen baru dari akumulasi penyusutan. Permasalahan yang saat ini terjadi adalah pemda belum menerapkan penyusutan sehingga yang bisa dilakukan adalah dengan langsung mengurangkan nilai komponen lama dengan berdasarkan harga perolehan pada saat pembangunan gedung.

Bagaimana dengan hasil penjualan atas sisa bongkaran? Apakah dicatat sebagai lain-lain pendapatan ataukah mengurangi nilai bangunan yang baru?

Ya, penjualan atas sisa bongkaran dicatat sebagai pendapatan. Hal ini dapat dijelaskan oleh lampiran permendagri 21 Tahun 2010 terkait kode rekening pendapatan. Penjualan atas sisa bongkaran ini termasuk bagian dari pendapatan lain-lain dalam kode rekening 4140110 penjualan bahan-bahan bekas bangunan.

http://www.warungkopipemda.com/renovasi-aset-perlukah-prosedur-penghapusan/

Posted in ASET

Aset Dana BOS, Milik Siapa?

dana_bos

Warkop Mania, banyak yang menanyakan mengenai status kepemilikan aset (baik berupa kas maupun aset tetap) di sekolah-sekolah penerima dana BOS sehubungan dengan berubahnya penyaluran dana BOS sejak tahun anggaran 2012 dari yang sebelumnya oleh pemkab/pemkot menjadi oleh pemerintah provinsi.

Seperti kita ketahui, ketentuan mengenai pengelolaan dana BOS dalam Permendagri 21 tahun 2011 (Perubahan ke-2 Permendagri 13 tahun 2006) yaitu pada pasal 329 (huruf A s.d. H) dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Pencabutan ketentuan pasal 329 tersebut tertuang dalam Permendagri 62 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Apa yang diatur dalam Permendagri 62 tahun 2011 tersebut kaitannya dengan jawaban atas pertanyaan sebagaimana judul tulisan ini?

Satu hal yang terpenting adalah bahwa dana BOS yang disalurkan oleh pemerintah pusat melalui pemerintah provinsi kepada sekolah penerima dana BOS merupakan dana hibah. Penerimaan dana BOS tersebut oleh pemerintah provinsi diakui sebagai Lain-Lain Pendapatan yang Sah dengan obyek rekening Dana Penyesuaian dan rincian obyek BOS Satuan Pendidikan Dasar. Selanjutnya, penyaluran dana BOS oleh pemprov dibebankan melalui rekening Belanja Tidak Langsung – Belanja Hibah dengan obyek belanja berupa Belanja Hibah BOS Kepada Satuan Pendidikan Dasar. Salah satu persyaratan dana hibah adalah bahwa sebelum disalurkan ke rekening masing-masing sekolah, harus terlebih dahulu menandatangani dokumen Naskah Perjanjian Hibah (NPH) BOS. NPH merupakan dokumen yang ditandatangani oleh Kepala SKPD Pendidikan Provinsi (selaku penanggung jawab Tim Manajemen BOS Provinsi yang mewakili Gubernur) dengan Kepala SKPD Pendidikan Kabupaten / Kota (selaku penanggung jawab Tim Manajemen BOS Kabupaten Kota yang mewakili seluruh kepala satuan pendidikan dasar negeri dan swasta masing-masing kabupaten/kota).

Persyaratan dana hibah BOS lainnya adalah bahwa sekolah penerima dana BOS harus menyampaikan pertanggungjawaban dana BOS berupa laporan penggunaan dana bos dan surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa dana BOS telah digunakan sesuai dengan NPH, serta menyimpan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah. Laporan penggunaan dana BOS dan surat pernyataan disampaikan kepada Bupati /Walikota cq Kepala SKPD Pendidikan paling lambat tanggal 5 Januari tahun berikutnya.

Nah, pada pasal 22 permendagri 62 tahun 2011 tersebut ditegaskan bahwa dalam hal penggunaan dana BOS menghasilkan aset tetap, maka bagi sekolah-sekolah negeri wajib menyampaikan laporan kepada bupati/walikota melalui Kepala SKPD Pendidikan dengan melampirkan dokumen pengadaan sebagai dasar pencatatan BMD. Selanjutnya SKPD Pendidikan kabupaten/kota melakukan pencatatan BMD berdasarkan laporan dari sekolah-sekolah tersebut.

Lalu bagaimana dengan saldo kas yang masih ada pada sekolah penerima dana BOS? Analog dengan pelaporan aset tetap tersebut, maka saldo kas pada sekolah negeri penerima dana BOS juga wajib dilaporkan kepada SKPD Pendidikan kabupaten/kota untuk disajikan dalam neraca dan diungkapkan secara memadai dalam CaLK.

Jadi sekarang sudah jelas ya, bahwa dana BOS merupakan dana hibah dan oleh karenanya menjadi hak pemerintah kabupaten/kota untuk mengakui segala aset yang timbul dari penggunaannya. Nah sekarang bagaimana dengan Alokasi Dana Desa (ADD)? Ikuti tulisan berikutnya mengenai hal itu.

Salam Warkop (EHW).

http://www.warungkopipemda.com/aset-dana-bos-milik-siapa/